Kemarin, dengan sumringahnya, dia bilang dia mau ke Jakarta lagi, bahkan Bandung untuk urusan bisnis kelapa sawit.
Saya menanggapi dingin, sengaja menyembunyikan emosi. Dia bilang kelapa sawit Indonesia paling bagus untuk bahan sabun, dia minta pendapat saya di mana dia bisa mendapatkannya.
Saya bilang tidak tahu.
Dia bilang tidak mungkin saya tidak tahu, lalu kami bertikai lagi, saya bilang kenapa harus kelapa sawit? Tanaman perusak lahan, penyedot air tanah. Lalu saya tidak tahan berkoar-koar soal bagaimana pengusaha negara Jiran sudah menjajah tanah Belitung.
Mengontraknya selama berpuluh-puluh tahun sehingga para petani tak lagi bisa menanam lada.
Dia mengalah, merajuk lembut, "tapi kamu pakai sabun juga kan?"
Marah, "iya, tapi aku pakai sabun sereh, panas dan sedikit bau memang, tapi dari pada pakai produk perusak seperti apa yang mau kamu bikin, mendingan saya pakai itu.
Malam-malam dia kembali mengerecoki saya, katanya dia ingin bicara.
Saya tidak membalas satu pun pesannya.
Pagi ini saya sakit luar biasa, napas berat, kepala berat dan demam tinggi.
Lagi-lagi dia menanyakan kabar saya, apa saya sudah sembuh apa belum. Saya bilang masih sama. Karena terlalu sakit, saya tak lagi menanggapinya, tapi diam-diam mengawasi larik-larik huruf yang muncul di pesan instan darinya.
Jengah dicuekin, dia ngambek-ngambek. "Kamu jahat pada saya," katanya.
Kok bisa? tanyaku asal-asalan sekaligus sakit hati karena selama ini saya berpikir dia yang jahat.
Lihat kembali apa yang kamu telah lakukan pada saya, kata dia, kamu tidak pernah lagi mengirimi saya pesan. Saya tahu, kamu tetap menanggapi saya karena saya terus-terusan mengirimu pesan.
Dan itu karena kesabaran saya. Saya telah memenuhi semua keinginanmu. Kalau orang lain, dia pasti sudah lari karena "kelakuan anehmu" itu.
Kamu harus berubah, katanya, kamu sangat susah disayangi.
Ugh! Rasanya sakit. Dia mungkin juga sakit. Tapi mau bagaimana lagi, saya sudah lelah. Hampir empat tahun seperti ini. Semuanya tidak ada yang pasti.
Lalu saya bilang, kamu bikin saya tambah pusing.
Ya sudah, kata dia, apa teknisis TV kabel kamu sudah datang? Tanyanya sok perhatian.
Belum, jawabku singkat.
Seharusnya jangan panggil dia saat sakit, nanti kamu harus bangun untuk dia.
Kamu tahu saya menghindari kamu, kan? Kalau terus-terusan begini, saya tidak akan bisa mulai hidup saya.
No comments:
Post a Comment
If you have any ideas about the post above, please leave comment^^ I'd be very appreciative