Saturday, July 21, 2012

MENANTI KEADILAN DI TELUK BAYUR Oleh: Ida Nurcahyani

"Jangan sebut aku perempuan sejati jika hidup hanya berkalang lelaki. Tapi bukan berarti aku tidak butuh lelaki untuk aku cintai."
    Demikian sepenggal dialog yang disampaikan penulis poskolonialis, Pramoedya Ananta Toer, melalui karakter Nyai Ontosoroh dalam Novel Bumi Manusia.
    Peliknya kehidupan sang nyai di masa kolonialisme, yang merupakan gundik salah satu pembesar kompeni itu, mungkin telah ditulis Pram 30 tahunan usai revolusi, namun nyatanya hingga era kejayaan demokrasi di Bumi Indonesia ini, urusan perempuan masih saja sama. Perempuan, sejak jaman prehistoris, tetap harus bertahan hidup di seputaran urusan dapur dan kasur.
    Bumi pertiwi sebentar lagi akan merayakan kemerdekaannya yang ke 67, tapi sayangnya, kemerdekaan bukan untuk seluruh jender.
    Beberapa perempuan di sudut timur Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, tepatnya di lokalisasi Teluk Bayur dan Parit Enam tengah was-was menunggu atau bahkan menyaksikan barisan satpol PP bersol sepatu tebal merampas kemerdekaan mereka dari tempat mereka menggantungkan hidup.
    "Tolong jangan tutup lokalisasi, setidaknya beri kami waktu untuk mempersiapkan diri, saya punya anak yang masih SD," ungkap salah seorang pekerja di lokalisasi Teluk Bayur yang enggan menyebutkan nama.
    Membicarakan lokalisasi atau lebih tepatnya prostitusi, memang bukan perkara mudah. Banyaknya kepentingan di dalamnya membuat kita rikuh untuk membicarakannya.
    Tapi tidak demikian dengan pemerintah Kota Pangkalpinang yang dengan tegas telah mengeluarkan peraturan untuk menutup dua lokalisasi tersebut dengan alasan akan mengintensifkan pembangunan di bagian timur kota, yakni akan membangun jembatan melewati lokalisasi menuju daratan Pangkalarang, Pangkalpinang.


keputusan sepihak

    Sudah merupakan rahasia umum jika prostitusi merupakan profesi paling purba yang ada di muka bumi. Yang lebih menyedihkan adalah, prostitusi yang berwajah perempuan ini selalu identik dengan kemiskinan.
    Faktor ekonomi selalu menjadi faktor pendorong utama para perempuan memasuki lingkaran prostitusi, kata Ketua lembaga swadaya masyarakat (LSM) Perlindungan dan Pemberdayaan Hak-Hak Perempuan (P2H2P), Zubaidah.
    Tersubordinasi secara ekonomi, membuat beberapa perempuan yang kini berada di dua lokalisasi tersebut terpaksa tunduk tereksploitasi fisik dan mentalnya, seperti Sanikem yang hanya bisa pasrah saat ayahnya mengantarkannya pada Tuan Besar Mellema dan akhirnya berubah jadi Nyai Ontosoroh.
    Dalam hal ini, Zubaidah menilai penutupan dua lokalisasi merupakan keputusan sepihak.
    "Penutupan lokalisasi adalah keputusan sepihak, karena pemerintah kota sebelumnya tidak memberikan sosialisasi mengenai akan ditutupnya lokalisasi, mereka mengatakan wacana tersebut sudah ada sejak 2006, tapi warga Teluk Bayur dan Parit Enam mengaku tidak pernah diberi tahu soal itu," kata Zubaidah di Pangkalpinang.
    Zubaidah, yang ditunjuk sebagai mediator dengan pihak Pemkot Pangkalpinang, mengatakan, pada dasarnya warga di kedua lokalisasi tersebut setuju dan mendukung rencana pengembangan Kota Pangkalpinang Timur.
    "Hanya saja, caranya sangat tergesa-gesa dan terkesan sepihak, seharusnya ada pembicaraan atau dialog sebelumnya dengan warga, tidak 'ujug-ujug' ditutup," kata dia.
    Zubaidah menyebut pemerintah kurang memperhatikan aspek sosial yang ada di balik pengambilan keputusan tersebut.
    "Pemerintah sepertinya mengabaikan adanya aspek-aspek sosial di sana, kalau ditilik dari segi agama, memang agama manapun melarang praktik tersebut, tapi seharusnya pemerintah lebih arif menilai masalah ini," kata dia.
    Sebelumnya, awal minggu ini (17/7), beberapa perwakilan warga Parit Enam dan Teluk Bayur bersama LSM P2H2P telah mendatangi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Pangkalpinang guna menyampaikan aspirasi mereka mengenai hal tersebut.
    Mereka meminta bantuan para wakil rakyat untuk mencari solusi atas rencana Pemkot Pangkalpinang penutupan dua lokalisasi tersebut.
    Selain itu, mereka juga meminta agar Pemkot setidaknya memberi tenggat waktu selama satu tahun untuk menyelesaikan masalah di tempat tersebut.
    Zubaidah menjelaskan beberapa warga di lokalisasi sudah terlanjur terjerat kredit mulai dari baju, arisan, bahkan emas.
    “Bila lokalisasi ditutup dan PSK dipulangkan,lalu siapa yang bertanggung jawab untuk melunasi kredit, selain itu di sana juga ada anak-anak yang harus terus bersekolah, kepindahan mereka kan butuh proses,” ujar Zubaidah.

pro kontra

    Sementara itu, Ketua DPRD Kota Pangkalpinang, Suhairi Ishaq menyebutkan DPRD Kota Pangkalpinang mendukung keputusan Pemkot untuk menutup dua lokalisasi tersebut dengan alasan lokalisasi tidka pernah memiliki ijin resmi.
    "Berdasarkan sejarahnya, lokalisasi tidak pernah mendapat ijin resmi pendirian, oleh sebab itu, kalau pemkot memutuskan untuk penggusuran, kami setuju," kata Suhairi.
    Menanggapi soal permintaan tenggat waktu, Suhairi menegaskan tidak perlu adanya tenggat waktu untuk hal tersebut.
    "Masa kalau seorang narapidana divonis sekarang harus dihukum bisa menawar-nawar minta setahun lagi," kata dia.
    Berbeda dengan Suhairi, Wakil Ketua DPRD Kota Pangkalpinang, Irianto Tahor, berpendapat penyelesaian penutupan lokalisasi harus bertahap agar tuntas sampai ke akar-akarnya.
    secara umum keberadaan lokalisasi itu memang berstatus ilegal sehingga pemerintah wajib untuk menertibkan kawasan itu agar tidak merusak lingkungan masyarakat di kawasan tersebut.
    Akan tetapi pemerintah juga perlu mengetahui dampak yang akan muncul jika lokalisasi tersebut dibubarkan secara cepat dan tanpa adanya koordinasi langsung dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ada di kawasan itu.
    "Kita harus memikirkan nasib mereka sebab mereka bekerja bukan merupakan keinginan hati nurani, akan tetapi merupakan dorongan ekonomi yang sulit dipecahkan sehingga mengharuskan mereka bekerja haram," ujarnya.
    Irianto menyebutkan, DPRD memang belum pernah menangani permasalahan penertiban lokalisasi itu ataupun permasalah yang sejernis sehingga harus dipikirkan terlebih dahulu sebelum menanganinya.
    Menurut dia, sebaiknya pemerintah memberikan waktu berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dan memberikan aturan selama masa tenggang waktu tersebut untuk menyelesaikan permasalahan intern di lingkungan lokalisasi itu.
    "Sementara itu, mereka sebaiknya diberi keterampilan yang sesuai sehingga dapat lepas dari lingkaran prostitusi dan mencari pekerjaan yang layak untuk masa depan mereka," kata Irianto.

terhormat

    Bagi penulis peraih "Freedom to Write Award" dari PEN American Center yang pernah jadi tahanan politik sepanjang masa Orde Baru tersebut, keindahan di dunia ini terletak pada kemanusiaan, perjuangan untuk kemanusiaan dan bebas dari penindasan.
    Dalam Tetralogi Buru, Sang Maestro yang mantan anggota Lekra itu mengkonstruksikan dan mengidealkan tokoh Nyai Ontosoroh bukan sebagai gundik biasa.
    Sejarahnya, pada masa kolonialisme, seorang nyai identik dengan kebobrokan moral dan kebodohan. Tapi nyatanya Pram mencitrakan Nyai Ontosoroh sebagai sosok beradab (sesuai standar Eropa jaman itu) yang mampu membaca dan berbahasa Belanda dengan sangat baik.
    Dalam novel, di tengah segala perjuangannya, pada akhirnya Nyai Ontosoroh tetaplah Sanikem, si wanita pribumi yang lagi-lagi tak berdaya ketika anaknya, Annelies, diambil paksa dari tangannya.
    Namun, bagaimanapun juga, Nyai Ontosoroh telah berusaha keras melakukan perlawan mempertahankan anaknya meski kalah.
    Dan sama seperti Sanikem, beberapa perempuan di Teluk Bayur dan Parit Enam telah berjuang sebaik-baik yang mereka pernah tahu untuk menjadi "merdeka".
    "Kekalahan adalah risiko dari pertarungan. Tetapi semangat untuk mengalahkan belenggu penindasan dan kemunafikan adalah sebuah harga yang mahal." demikian tulis Pramoedya di Bumi Manusia.
    Kemudian diikuti sebuah adegan yang menggambarkan Nyai Ontosoroh berkata kepada tokoh Minke dengan kepala tegak: “Kita kalah. Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya sehormat-hormatnya!”

Tuesday, July 17, 2012

by the window


Peeking through the window glass..
What a mystery, the world is!

project me


hi, this is me,  and I really want to loose some of my weight,, and there are those three parts I'd like to give it away, yeah, the fatty part of me,, *palmface*
my arms, belly, and thighs.. so much disturbing,,

misunderstood :(

I've been misunderstood lately

And it's too much depressing.  It feels like all the words I said these days were taken negatively, but I swear to God, I didn't really mean what I said in the way the "they" perceived it.

I don't want to be misunderstood. I want people to understand and believe me, because I care very much about preserving my good relation with others.

What should I do... I know I'm a complete stupid, and thank you for pointed out to me.

http://www.emocutez.com