Sunday, December 2, 2012

Odd behaviour!

Kemarin, dengan sumringahnya, dia bilang dia mau ke Jakarta lagi, bahkan Bandung untuk urusan bisnis kelapa sawit.

Saya menanggapi dingin, sengaja menyembunyikan emosi. Dia bilang kelapa sawit Indonesia paling bagus untuk bahan sabun, dia minta pendapat saya di mana dia  bisa mendapatkannya.

Saya bilang tidak tahu.

Dia bilang tidak mungkin saya tidak tahu, lalu kami bertikai lagi, saya bilang kenapa harus kelapa sawit? Tanaman perusak lahan, penyedot air tanah. Lalu saya tidak tahan berkoar-koar soal bagaimana pengusaha negara Jiran sudah menjajah tanah Belitung.

Mengontraknya selama berpuluh-puluh tahun sehingga para petani tak lagi bisa menanam lada.

Dia mengalah, merajuk lembut, "tapi kamu pakai sabun juga kan?"

Marah, "iya, tapi aku pakai sabun sereh, panas dan sedikit bau memang, tapi dari pada pakai produk perusak seperti apa yang mau kamu bikin, mendingan saya pakai itu.

Malam-malam dia kembali mengerecoki saya, katanya dia ingin bicara.

Saya tidak membalas satu pun pesannya.

Pagi ini saya sakit luar biasa, napas berat, kepala berat dan demam tinggi.

Lagi-lagi dia menanyakan kabar saya, apa saya sudah sembuh apa belum. Saya bilang masih sama. Karena terlalu sakit, saya tak lagi menanggapinya, tapi diam-diam mengawasi larik-larik huruf yang muncul di pesan instan darinya.

Jengah dicuekin, dia ngambek-ngambek. "Kamu jahat pada saya," katanya.

Kok bisa? tanyaku asal-asalan sekaligus sakit hati karena selama ini saya berpikir dia yang jahat.

Lihat kembali apa yang kamu telah lakukan pada saya, kata dia, kamu tidak pernah lagi mengirimi saya pesan. Saya tahu, kamu tetap menanggapi saya karena saya terus-terusan mengirimu pesan.

Dan itu karena kesabaran saya. Saya telah memenuhi semua keinginanmu. Kalau orang lain, dia pasti sudah lari karena "kelakuan anehmu" itu.

Kamu harus berubah, katanya, kamu sangat susah disayangi.

Ugh! Rasanya sakit. Dia mungkin juga sakit. Tapi mau bagaimana lagi, saya sudah lelah. Hampir empat tahun seperti ini. Semuanya tidak ada yang pasti.

Lalu saya bilang, kamu bikin saya tambah pusing.

Ya sudah, kata dia, apa teknisis TV kabel kamu sudah datang? Tanyanya sok perhatian.

Belum, jawabku singkat.

Seharusnya jangan panggil dia saat sakit, nanti kamu harus bangun untuk dia.

Kamu tahu saya menghindari kamu, kan? Kalau terus-terusan begini, saya tidak akan bisa mulai hidup saya.

Saturday, December 1, 2012

30 days challenge with out SUGAR

It will start tomorrow!!==============> prettt!! it doesn't work!http://www.emocutez.com

Wisdom of Wayang

Akhir-akhir ini saya sedang gemar membaca kembali literatur mengenai cerita pewayangan.

Mahabaratha, Ramayana, semua kisah yang didongengkan Mbah Kakung sebelum tidur, kembali saya lahap melalui situs-situs di internet dan buku-buku seadanya dari Gramedia Pangkalpinang (D'oh!).

Beberapa hal menarik dari cerita melegenda tersebut yang menggugah sebuah diskusi dengan teman Bali saya..

Menurut saya, cerita pewayangan, baik yang masih asli dari India maupun yang digubah dengan kreatif oleh para Mpu Nusantara, memiliki kekayaan toleransi yang, setidaknya menurut saya "politically correct!".

Coba bayangkan, literatur mana di seluruh dunia, yang bisa sebegitu berbesar hati mengangkat isu feminisme seperti kisah Dropadi, atau isu transgender dalam kisah Srikandi.

Dibandingkan dengan Sastra Inggris yang saya pelajari saat kuliah, sejak jaman Anglo Saxon hingga Rennaisance, rasanya tema cerita mereka ya itu-itu saja, konflik antarkelas, dan persamaan hak (tapi hak yang mana), toh isu persamaan gender setahu saya baru gencar diangkat pada tahun 20an saat era Jazz dalam sastra.

Selain itu, teman saya menambahi, cerita pewayangan mengajari kita untuk berpikir positif, berbaik sangka-lah istilahnya. Karena tidak ada orang yang jahat atau baik, semua karena keadaan.

Menurutku benar juga, Kurawa tidak selalu lebih baik dari Pandawa, Sri Rama tidak selalu benar dalam mengambil keputusan.

Semua hal buruk di dunia terjadi karena kemalangan. Beberapa orang mau "nrimo" beberapa lainnya tidak, dan penolakan itu kadang-kadang menyakiti orang lain.

Lalu sekarang saya bertanya pada diri sendiri.. kemana saja saya selama ini? Saat Mbah Kakung mengajak nonton wayang di gedung kesenian atau di alun-alun kota, saya selalu merengek minta pulang atau malah tertidur kebosanan.

Yeah, mungkin karena saat itu saya memang gak mudheng dengan bahasa sang dalang yang menggunakan bahasa "jawa jekek". Atau saya masih terlalu kecil untuk berpusing-pusing memikirkan diksi rumit dan suara yang dipanjang-panjangkan.

Lalu saat dewasa, saya malah kesengsem dengan langgam-langgam Shakespeare atau torehan ketidakpuasan Jane Austen akan kondisi sosial di era sebelum Romantisme.

Beberapa waktu lalu, saya malah terpesona dengan puisi-puisi Sylvia Plath atau Jack Kerouac yang kelam dan "bengal".

Tapi sekarang saatnya kembali mencintai negeri.. kisah cinta Bisma dan Amba atau Kresna dan Rukmini begitu jauh lebih baik dari pada serial Twilight!